Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

RSS

MAKALAH BUDAYA TAWURAN ANTAR PELAJAR



oleh SirOj Achmed Sarazevo pada 7 Maret 2013 pukul 23:48 ·








OLEH :
SIROJUDIN AKHMAD
XII SOCIAL II

GURU PEMBIMBING :
AULATUL WALADI, S. PdI






BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah
Penulisan pembuatan makalah yang berjudul “BUDAYA TAWURAN ANTAR PELAJAR” karena materi sangat bersangkutan dengan materi Sosiologi yang menjadi dasar pembuatan makalah ini.
Seperti yang kita ketahui bahwa perilaku menyimpang banyak terjadi di masyarakat luas, terutama para pelajar.
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengatuhi terjadinya penyimpangan yang akan di jabarkan penulis dan di perjelas penulis dalam makalah ini.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menjabarkan sebab-sebab terjadinya perilaku menyimpang dan akan memperjelasnya.

1.2              Pembatasan Masalah
1.1.2   Rumusan Masalah
            1.2.2.1 Apa saja sebab-sebab terjadinya tawuran antar pelajar?
            1.2.2.2 bagaimana peranana sekolah dalam menangani tawuran anak didiknya?
1.3       Tujuan Penulisan
                        1.3.1 Menyabutkan sebab-sebab terjadinya tawuran antar pelajar
                        1.3.2 Mebahas peranan pihak sekolah yang bersangkutan
                        1.3.3 Dan yang terpenting, menghindarkan adanya tawuran antar pelajar
1.4       Metode Pengumpulan Data

             1.4.1   Studi Pustaka
Penulis membaca dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan objek penulisan.
            1.4.2    Interview
                        Mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber
1.5       Sistematika Penulisan
            Karya tulis ini memuat
1.5.1 Bab I Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
1.5.2 Bab II Pembahasan
          Bab ini mengungkapkan pembahasan masalah yang bersumber pada data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Bagian ini dapat dipecah-pecah menjadi beberapa subbab berdasarkan topik-topik tertentu.


BAB II 
PEMBAHASAN

PENYEBAB TAWURAN


Beragam “prestasi buruk” selama ini menghadapkan pendidikan pada pertanyaan mendasar tetapi sangat fundamental: sejauhmana efektivitas pendidikan bagi peningkatan kualitas siswa. Pertanyaan mendasar tersebut layak dikedepankan mengingat sumbangsih pendidikan bagi masyarakat belum terlihat secara kasat mata. Padahal “investasi” yang diserap dunia pendidikan sangat besar. Pendidikan belum berhasil menjadi solusi bagi kesejahteraan hidup manusia, tetapi sebaliknya: menciptakan masalah bagi masyarakat.
Salah satu masalah yang dihadapi pendidikan adalah kurikulum yang dianggap terlalu berat dan membebani siswa. Kuatnya campur tangan pemerintah dalam dunia pendidikan ditengarai pada dominannya pemerintah dalam penyusunan kurikulum. Di samping itu, banyak pihak yang ingin memasukan “kepentingannya” dalam kurikulum pendidikan. Departemen Koperasi ingin ada pelajaran tentang koperasi, pengusaha industri ingin ada pelajaran teknis kerja, serikat buruh ingin ada pelajaran tentang buruh. Akibatnya batok kepala siswa menjadi “keranjang sampah” bagi beragam kepentingan.
Banyaknya bidang kajian menjadikan substansi pengetahuan menjadi sedikit, tetapi terlalu montok. Akhirnya kita lupa, bahwa apa yang dipelajari siswa “tidak bermanfaat”. Sudah sumpeg, metode pembelajarannya pun represif. Modus pembelajaran yang monolog oleh guru terasa benar miskin makna. Yang dimaksud cerdas oleh guru adalah besarnya daya ingat siswa terhadap segudang informasi, seperti halnya ketangkasan cerdas cermat.
Pendidikan juga terlalu science minded. Ada siswa SMU yang setiap minggunya harus belajar matematika 10 jam dan fisika masing-masing 10 jam pelajaran. Seolah-olah matematika dan fisika merupakan satu-satunya jawaban dari persoalan hidup manusia. Jarang sekali ada sekolah yang mengembangkan pembelajaran sesuai potensi, minat, dan bakat siswa seperti olah raga atau musik, misalnya.
Akibat kurikulum yang terlalu berat menjadikan sekolah sebagai “stressor baru” sebagai siswa. Disebut “baru” karena siswa sebenarnya sudah sangat tertekan akibat berbagai persoalan keluarga dan masyarakat (termasuk pengangguran dan kemiskinan). Akibatnya, siswa ke sekolah tidak enjoy tetapi malah stress. Siswa tidak menganggap sekolah sebagai aktivitas yang menyenangkan tetapi sebaliknya: membebani atau bahkan menakutkan. Akibatnya, siswa lebih senang keluyuran dan kongkow-kongkow di jalan-jalan daripada mengikuti pelajaran di sekolah. Ada joke yang akrab di masyarakat, sekolah sudah menjadi “pembunuh nomor satu” di atas penyakit jantung.
Siswa bukan hanya terbunuh secara fisik karena tawuran, tetapi juga terbunuh bakat dan potensinya. Banyak talenta siswa yang semestinya bisa dikembangkan dalam bidang olahraga, seni, bahasa, atau jurnalistik, hilang sia-sia akibat “mabuk” belajar fisika dan matematika.
Seorang kawan secara berkelakar mengatakan lebih enak bekerja daripada sekolah. Orang bekerja mulai pukul 9 sampai 4 sore (7 jam), selama 5 hari perminggu. Sedangkan siswa masuk sekolah pukul 7 sampai 13.30 (6,5 jam), hampir sama dengan orang bekerja. Tetapi ingat malam hari siswa harus belajar atau mengerjakan pekerjaan rumah, serta masuk 6 hari perminggu.
Bagaimana mengatasi kurikulum dianggap overload ini? Karena sudah “terlanjur”, pendidikan harus berani meredefinisi semua programnya. Tetapi, sanggupkah para penentu kebijakan melakukan perombakan? Itulah masalahnya. Banyak pengelola pendidikan bermental “priyayi”. Mereka lebih memikirkan kenaikan pangkatnya daripada peningkatan kualitas pendidikan. Budaya “cari muka” dan “minta petunjuk” membuat mereka tidak berani melakukan perubahan. Sebab, mereka tidak mau mempertaruhkan kenaikan pangkatnya. Lebih baik “adem ayem” kenaikan pangkat lancar daripada “kritis” tetapi terancam.
Tawuran antar pelajar selalu menjadi agenda perbincangan setiap tahunnya, masalah ini bukan perkara baru, dan jangan dianggap perkara yang remeh. Padahal kalau kita kaji masalah tawuran antar pelajar akan membawa dampak panjang, bukan hanya bagi pelajar yang terlibat, namun juga untuk keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat di sekitarnya.



Tawuran antara pelajar saat ini sudah menjadi masalah yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan di sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak hanya terjadi di lingkungan atau sekitar sekolah saja, namun terjadi di jalan-jalan umum, tak jarang terjadi pengrusakan fasilitas publik. Penyimpangan pelajar ini menyebabkan pihak sekolah, guru dan masyarakat yang melihat pasti dibuat bingung dan takut bagaimana untuk mererainya, sampai akhirnya melibatkan pihak kepolisian.
Hal ini tampak beralasan karena senjata yang biasa dibawa oleh pelajar-pelajar yang dipakai pada saat tawuran bukan senjata biasa. Bukan lagi mengandalkan keterampilan tangan, tinju satu lawan satu. Sekarang, tawuran sudah menggunakan alat bantu, seperti benda yang ada di sekeliling (batu dan kayu) mereka juga memakai senjata tajam layaknya film action di layar lebar dengan senjata yang bisa merenggut nyawa seseorang. Contohnya, samurai, besi bergerigi yang sengaja dipasang di sabuk, pisau, besi.
Penyimpangan seperti tawuran antar pelajar, menjadi kerusuhan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang tidak bisa disebut sebagai kenakalan remaja, namun sudah menjadi tindakan kriminal. Yang menjadi pertanyaan, adalah bagaimana bisa seorang pelajar tega melakukan tindakan yang ekstrem sampai menyebabkan hilangnya nyawa pelajar lain hanya karena masalah-masalah kecil?
Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya dipicu permasalahan kelompok, cenderung akibat pola berkelompok yang menyebabkan pengkelompokkan berdasarkan hal-hal tertentu. Misalnya, kelompok anak-anak nakal, kelompok kutu buku, kelompok anak-anak kantin, pengkelompokan tersebut lebih akrab dengan sebutan Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi antara dua kelompok beda sekolah.
Contoh kasus dalam tawuran antar pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor, beberapa contoh di antaranya, yaitu:
Tawuran antar pelajar bisa terjadi karena ketersinggungan salah satu kawan, yang di tanggapi dengan rasa setiakawan yang berlebihan.
Permasalahan yang sudah mengakar dalam artian ada sejarah yang menyebabkan pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan.
Jiwa premanisme yang tumbuh dalam jiwa pelajar.Untuk mengkaji lebih jauh permasalahan tawuran antar pelajar, kita bisa mengkaji terlebih dahulu mengenai penyebab tawuran antar pelajar dari tiga poin diatas.
Tawuran Antar Pelajar Akibat Rasa Setia Kawan yang Berlebihan
Rasa setia kawan atau lebih dikenal dengan sebutan rasa solidartas adalah hal yang lumrah atau biasa kita temukan dalam kehidupan, misalkan dalam persahabatan rasa setiakawan akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa menjadi kuat. Ia bisa menjadi indah ketika ditempatkan dalam porsi yang pas dan seimbang.
Namun, rasa setia kawan yang berlebihan akan menyebabkan hal yang buruk, salah satunya adalah mengakibatkan tawuran antar pelajar. Mungkin dari kita pernah mendengar tawuran antar pelajar yang dipicu karena ketersingguhan seorang siswa yang tersenggol oleh pelajar sekolah lain saat berpapasan di terminal, atau masalah kompleks lainnya. Misalkan, permasalahan pribadi, rebutan perempuan, dipalak dan lain sebagainya.
Pemahaman arti sebuah persahabatan memang perlu dipahami oleh masing-masing individu pelajar itu sendiri. Tawuran antar pelajar yang diakibatkan karena rasa setiakawan harus segera dihentikan, karena hal ini akan memicu kawan-kawan yang lain untuk mendapatkan hak atau perlakuan yang sama pada waktu mengalami masalah.
Ini dapat menjadikan pelajar malas dalam menyelesaikan masalah dirinya sendiri, tanpa mau menyelesaikannya sendiri dan cenderung tidak berani bertanggung jawab. Menjadi ketergantungan dan akan menimbulkan dampak yang negatif bagi perkawanan itu sendiri.
Tawuran antar pelajar akibat sejarah permusuhan dengan sekolah lainKadang permasalahan tawuran antar pelajar dipicu pula dengan adanya sejarah permusuhan yang sudah ada dari generasi sebelumnya dengan sekolah lain, beredarnya cerita-cerita yang menyesatkan, bahkan memunculkan mitos berlebihan membuat generasi berikutnya, terpicu melakukan hal yang sama.
Contohnya, sebut saja sekolah A dengan sekolah B adalah musuh abadi, dimana masing-masing sekolah akan melakukan hal yang antipati terhadap sekolah lain. Biasanya, akan ada pelajar yang menjadi perbincangan, semacam tokoh bagi sekolahnya, karena kehebatannya pada waktu berkelahi.
Dalam permasalahan tawuran antar pelajar yang dipicu karena permasalahan ini, perlu adanya pendekatan khusus, yang memasukkan program kerja sama dengan sekolah tersebut. Peranan sekolah dan guru memegang peranan penting.
Ironisnya, sebuah pertandingan persahabatan. Misalnya, olahraga. Kadang memicu sebuah permusuhan dan perkelahian. Hal ini akhirnya menuntut kecerdasan dan ketelitian pihak penyelenggara dalam mengemas sebuah acara.
Tawuran Antar Pelajar Akibat Jiwa Premanisme
Premanisme bukan istilah yang asing lagi. Premanisme yang berasal dari kata “preman” adalah sebutan orang yang cenderung memakai kekerasan fisik dalam menyelesaikan permasalahannya. Kemenangan di ukur karena kekuatan fisiknya bukan intelektualitas. Premanisme bertolak belakang dengan jiwa seorang pelajar, yang dituntut kecerdasan berpikir, kecerdasan mengelola emosi, dll.
Jiwa premanisme dalam jiwa pelajar dapat dihilangkan karena dia tidak semerta merta muncul begitu saja, ia disebabkan oleh sesuatu hal. Oleh karenanya, kita perlu mengetahui faktor penyebab sikap premanisme dalam diri pelajar. Faktor di luar diri pelajar adalah faktor yang kental dapat mempengaruhi ke dalam. Beberapa contohnya adalah:
Tayangan-tayangan di televisi, baik film ataupun liputan berita yang menceritakan atau sengaja mengekspose tema-tema kekerasan dapat mempengaruhi psikis remaja.
Kekerasan yang terjadi di rumah. Kekerasan yang dimaksud bukan hanya individu pelajar saja yang menjadi korban kekerasan namun kekerasan yang terjadi pada satu anggota keluarganya, dapat mempengaruhi psikis individu. Hal ini yang akan menyebabkan trauma atau kekerasan beruntun yang diakibatkan karena menganggap kekerasan adalah hal yang wajar.
Acara awal tahun, orientasi sekolah adalah acara di mana pelajar baru diwajibkan mengikuti kegiatan ini. Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk memahami dan mengenali sekolah, kegiatan serta untuk lebih kenal kawan-kawannya malah cenderung disalah gunakan oleh senior untuk ajang balas dendam dari apa yang pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi junior, pola-pola yang dipakai cenderung dengan pola militer. Hal inilah yang menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Pola yang menjadi semacam suntikan yang terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar terhindar dari pola yang berlebihan, diperlukan adanya pengawasan dari pihak sekolah dan turunnya langsung pengajar dalam kegiatan ini. Kedisiplinan berbeda dengan kekerasan, hal ini seharusnya menjadi tantangan setiap panitia kegiatan dalam mengemas ide, gagasan acara pada waktu perkenalan sekolah, menjadi sesuatu yang inofatif, kreatif sehingga diharapkan lambat laun sikap premanisme akibat perpeloncoan akan menjadi cara kuno dan tidak menarik lagi.
Dari ketiga faktor penyebab tersebut, kita bisa mendapatkan bayangan atau solusi yang terbaik seperti apa dan bagaimana melakukan proses penyelesaiannya. Walaupun permasalahan tawuran antar pelajar memang bukan hal sepele yang bisa langsung diselesaikan, namun diperlukan adanya proses berkelanjutan, kesadaran dan kerja sama dengan semua pihak, bukan hanya sekolah, orangtua, masyarakat dan penegak hukum, tapi juga kesadaran pemahaman pelajar sebagai seorang individu, sebagai generasi muda yang penuh dengan tanggung jawab.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari paparan di atas, yaitu: “Pemahaman” bagaimana seorang pelajar disaat sedang mengalami pencarian identitas, cenderung sangat mudah labil. Dan kelabilan inilah yang ahirnya tawuran antar pelajar terjadi.Ada beberapa cara yang efektif untuk mencegah sebelum tawuran antar pelajar terjadi, misalkan dengan:
Membuat dan memfasilitasi ruang-ruang kegiatan yang positif.
Memberikan kebebasan berpendapat dan berekspresi dan tetap adanya kontrol dari pihak-pihak yang berkaitan khususnya orang-orang terdekat, mencoba lebih terbuka dan mengenali serta memberikan solusi yang positif ketika remaja sedang mengalami emosi.
Sikap optimis dan kepercayaan terhadap pelajar perlu ditumbuhkan kembali, sehingga suatu saat kita tidak akan mendengar lagi berita atau kabar mengenai kejadian tawuran antar pelajar di negeri kita ini, yang ada kita bangsa Indonesia dipenuhi kabar berita tentang pelajar-pelajar yang produktif, kritis, mampu menjadi juara dalam berbagai bidang, baik berupa kompetisi pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Sudah saatnya generasi muda membuktikan potensi dalam dirinya, dan sudah menjadi tugas kewajiban orang tua, sekolah, masyarakat dan pihak-pihak yang terkait untuk mencegah terjadinya bentuk-bentuk penyelewengan pelajar, terutama permasalahan yang membuat was-was menjadi sebuah tindakan kriminal, tawuran antar pelajar
Peran Sekolah Dalam Menghentikan Budaya Tawuran
Sekolah memiliki peran besar dalam menghentikan budaya tawuran antar pelajar yang masih saja terjadi. Tawuran biasanya dilakukan saat para pelajar pulang dari sekolah. Ada tawuran yang sudah direncanakan dengan matang dengan musuh yang biasa menjadi langganan. Tapi ada juga pertarungan jalanan yang terjadi begitu saja tanpa rencana dan persiapan sebelumnya. Biasanya karena tidak sengaja bertemu di jalan atau sekolah mereka diserang duluan.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh sekolah untuk menghentikan budaya tawuran para pelajarnya. Langkah-langkah tersebut diantaranya yaitu:
1. Sekolah harus peduli dengan apa yang dilakukan para pelajarnya di luar. Jangan ada alasan ketika pelajar keluar dari gerbang sekolah, itu bukan lagi tanggung jawab sekolah. Itu namanya lari dari tanggung jawab. Kepala sekolah dan guru harus mencari tahu jika para pelajarnya punya musuh bebuyutan. Ada sebagian diantara mereka yang pura-pura tidak tahu karena merasa itu bukan urusannya. Urusan guru itu mengajar pelajaran di kelas katanya.
2. Disiplin tinggi harus diterapkan. Peraturan dan tata tertib sekolah harus ditegakkan. Setiap jenis pelanggaran harus ada sanksinya. Tapi jangan lupa reward atau penghargaan untuk siswa berprestasi pun harus disiapkan agar ada keseimbangan. Kalau ada siswa yang ikut tawuran, orangtua siswa harus dipanggil dan diberi peringatan keras. Jika sekali lagi terlibat, silakan cari sekolah lain. Jangan takut kehilangan siswa meskipun dia anak pejabat sekalipun.
3. Budaya “bullying” atau kekerasan di sekolah harus dihapuskan. Biasanya budaya ini dilakukan para senior ke juniornya. Diawali di masa orientasi di awal tahun ajaran baru. Ospek, MOS, MABIS atau apapun namanya jangan disusupi dengan acara perploncoan apalagi hukuman fisik. Acara iseng dan “ngerjain” siswa baru lebih baik diganti dengan pemberian motivasi oleh siswa senior yang berprestasi.
4. Sekolah harus punya program pengembangan kepribadian. Tujuan utama pendidikan adalah membentuk kepribadian. Bukan untuk transfer pengetahuan apalagi kalau hanya mengejar nilai ujian. Program pengembangan kepribadian ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya;
- Kerjasama dengan TNI untuk melatih kedisiplinan siswa. Bisa dengan mengadakan acara perkemahan, latihan dasar kepemimpinan, outbound dan sebagainya.
- Pembiasaan ibadah. Siswa yang rajin ibadah cenderung untuk memiliki kepribadian yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak. Sekolah bisa melakukan pembiasaan ibadah bagi siswanya dengan cara mengadakan sholat duha sebelum masuk jam pelajaran, sholat dzuhur berjamaah, tilawah Qur’an setiap hari, puasa sunnah dan sebagainya.
- Teladan dari guru dan kepala sekolah. Di lingkungan sekolah dilarang merokok, itu aturan yang sudah biasa. Guru dan kepsek harus memberi contoh dengan tidak merokok. Kalau mereka tidak bisa dijadikan contoh, para siswa pasti akan memberontak.
5. Ciptakan lingkungan yang kondusif. Sekolah harus memperhatikan lingkungan belajar yang kondusif untuk siswanya. Para pedagang di sekitar sekolah harus diperhatikan dan diawasi karena para siswa sering menitipkan “senjata” untuk tawuran di warung-warung yang ada di sekitarnya. Begitu juga peredaran minuman keras dan narkoba ada di sana. Sekolah bisa bekerjasama dengan pengurus RT/RW atau kelurahan setempat untuk menertibkan lingkungan sekitar sekolah.
6. Hubungan akrab siswa dengan guru dan kepala sekolah yang akrab. Guru-guru harus akrab dan berinteraksi aktif dengan siswa. Wali kelas harus punya semua nomor hape siswa dan orangtuanya. Siswa bisa curhat permasalahan pribadi maupun pergaulan di sekolah ke gurunya tanpa harus merasa sungkan. Guru harus menjadi sahabat siswa.
Semoga dengan langkah-langkah tersebut sekolah bisa menjadi sarana menghasilkan siswa berkepribadian baik yang berprestasi. Bukan tempat pelatihan para preman…


BAB III 
KESIMPULAN

Sekolah sangat berperan mencegah terjdinya penyimpangan yang dilakukan oleh peserta didiknya “tawuran” dengan menjalankan nilai-nilai yang telah dipaparkan di atas.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar