Diberdayakan oleh Blogger.

Halaman

RSS

MA'HADKU HILANG ENTAH KEMANA


 MA'HADKU HILANG ENTAH KEMANA

Oleh : Siradjudin Achmad

Majlis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) Pondok Pesantren Kempek Cirebon, merupakan salah satu pondok pesantren besar di kota Cirebon. MTM kempek didirikan oleh seorang Ulama yang bernama KH. AQIEL SIRADJ dengan misi melengkapi pesantren Kempek induk yang telah didirikan jauh lebih lama oleh Ulama berdarah pekalongan, KH. HARUN ABDUL JALIL, dengan menekankan kajian Al-Qur’an dan ilmi nahwu sharafnya atau sering dikenal ilmu alat.
Seperti halnya di pesantren lain, Kempek juga mempunyai suatu keunggulan yakni kajian Al-Qur’an, Nahwu dan Sharafnya.

Al-Qur’an ala kempek. Disebut demikian karena memang metode ngaji al-qur’an di kempek sangatlah berbeda dengan yang lain. Bayangkan, seorang santri agar dapat dikategorikan lulus/bisa membaca surah al-fatihah saja butuh waktu satu bahkan ada yang sampai tiga bulan. Karena di kempek sangat ditekankan sekali agar membaca al-qur’an dengan fasih dan tartil sesuai makaharij al-huruf.
Nahwu sharaf merupakan salah satu kajian yang membahas gramatika bahasa arab. Dalam pelajaran ini juga yang diunggulkan dan menjadi cirri khas tersendiri dari MTM Pondok Pesantren Kempek. Setiap hari para santri terus di jamui Nahwu sharaf dan dihafalkannya. Dari mulai tahap Al-Awamil, Al-Jurmiyah, Al-Amrithy bahkan Nadzoman Alfiyah yang berjumlah 1002 bait, semua dihafalkan dengan lahap oleh para santri. Dan untuk memenuhi keberhasilan menguasai Kutub Atturats, santipun harus menguasai Sharaf(Attashrief). Dari mulai pentashrifan fi’il madhi hingga isim alat, rafa’, nashab, jer, mufrad, tasniyah, jamak’, mudzakar, muanas hingga dhomir ghoib dan mukhatab. Semua dilahap dan dihafal oleh santri. Sangat istimewa bukan dan sangat mendetai kajiannya karena kitabnyapun merupakan buah fikir dari sang Muassis KH. AQIEL SIRADJ yang telah memadukan attashrief  Syaikh Yusuf Indramayu dan Syaikh Ma’sum bin Syaihk Ali Jombang hingga akhirnya menjadi Attahrief Al-Kempeky. Dan dengan kajian Nahwu Sharaf, santri dituntut meraih tujuan semua itu
Majlis Trbiyatul Mubtadi-ien melalui departemen pendidikan MUHADLARAH telah menetapkan bahwa Dirasahdan Syawir (musyawarah) merupakan kegiatan wajib  yang harus diikuti para santri.
Dirasah ialah kegiatan yang dilaksanakan setelah Shalat Magrib hingga menjelang Shalat Isya pukul 19:40 WIB. Dirasah ini dilaksanakan secara berkelompok dengan teman sepengajian yang ditempatkan di tempat yang telah ditentukan dan membahas bersama pelajaran yang telah diajarkan tadi pagi dan yang akan diajarka besok pagi. Tujuan diadakannya Dirasah ialah untuk memfasilitasi santri agar satu sama lain bisa saling melengkapi, mengoreksi, muthala’ah  dan menguatka keberadaan makna suatu lafadz, susunan kalimat, ketetapan i’rab aturan atau gramatika bahasa arab. Sehingga semua santri mampu membaca ulang, memaknai dan menjelaskan pelajaran yang telah diajarkan oleh para Ustadz dan Kyai.
Syawir (musyawarah) merupakan kegiatan lanjutan dari Dirasah yang bertujuan memantapkan kebenaran makna (arti lafadz yang diterjemahkan kedalam bahasa jawa/pegon), murad (terjemahan teks arab kedalam bahasa arab secara utuh), ketetapan Nahwu Sharaf, pemahaman Kutub Atturts dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam musyawarah tidak hanya diisi seperti halnya Dirasah, namun diisi juga dengan Tanya jawab oleh musyawirin mengenai segala hal yang masih ada kaitannya dengan pelajaran. Supaya terarah, maka dalam musyawarah dipimpin oleh seorang yang bertugas membacakan dan memandu jalannya musyawarah atau disebut Rais atau moderator. Adanya Rais  agar Tanya jawab berjalan dan memperluas pembahasan yang hasilnya dibukukan oleh masing-masing kelas.
Namun kini, itu semua tersa hilang entah kemana. Dirasah yang seharusnya untuk muthala’ah kini digunakan bercanda gurau yang parah. Musyawarah yang seharusnya bisa membedah kajian Kutub Atturatsnamun kini hanya diisi dengan tiduran dan obrolan yang tak jelas. Ngaji kurang begitu fasih dan benarkajian Nahwu Sharafpun tak luput dari apa yang telah di paparkan. Sungguh sangat merosot. Santri yang telah di tahapan Al-Jurmiyah  yang seharusnya sudah mampu menguasainya namun kosong dan belum menguasainya. Sungguh ironis.!!! Dan sungguh suatu kemunduran yang sangat memprihatinkan.
Siapa yang harus disalahkan.? Santri ataukah para Ustadz yan mengajarnya.??
Memang ada sedikit santri yang “maaf” oatknya sedikit pas-pasan. Namun apakah pantas seorang Ustadz atau pengajar ketika ditanya masalh demikian ia dengan santai menjawab “yaaa,, kita sesuaikan dengan otak santri sekarang”.
Sungguh kami kecewa.!!! Bagaimana mau berkembang lebih maju apabila terus sepeti ini ??
“ini semua harus dan sangat perlu untuk ditinjau ulang” tutur Mudir Muhadlarah. Demi para santi yang notabene penerus para kyai dan para ulama kelak yang cerdas, berintelektual tinggi, dan dapat membimbing umat ke jalan yang benar dan menghindarkan para santri yang bodoh, radikal, tidak menguasai Kutub Atturats seperti Fathul Mu’in, Bulug Al-marom, Tafsir, Ulum Al-hadits, Ulum Al-qur’an, Ihya Ulumuddin dan lain sebagainya. Karena apabila hal demikian tidak cepat diperbaiki, maka yang terjadi adalah ulama dan umatnya sesat menyesatkan. Na’udzubillah.
Doakan kami bisa mengabdi untuk Ma’had tercinta agar dapat mendongkrak santri menjadi pemimpin yan cerdas, jujur dan tetap menjunjung tinggi ahlak al- karimah karena “Syubban Alyaum Rijal Al-ghad” pemuda (santri) sekarang adalah tokoh masa depan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar